Speaker Masjid, Polusi Suara, dan Adab Bertetangga

(Gambar dari: http://stat.ks.kidsklik.com)
(Gambar dari: http://stat.ks.kidsklik.com)

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (Al-A’raf:205)

Bayangkan pada pukul 4 pagi, ketika hari masih gelap dan Anda sekeluarga masih terlelap, tetangga di depan rumah Anda menyetel lagu dangdut dengan suara keras hingga terdengar ke seluruh kampung/ kompleks perumahan. Apakah menurut Anda itu pantas? Sekarang ganti lagu dangdut itu dengan murottal atau bacaan zikir. Apakah berubah menjadi pantas? Sungguh disayangkan karena hal ini tidak banyak dimengerti oleh para pengelola masjid dan musholla di Indonesia.

Sebelum penemuan loudspeaker di Amerika pada abad 20, masjid-masjid di lingkungan permukiman tidak pernah menimbulkan masalah kebisingan yang berarti. Lima kali sehari, muazzin mengumandangkan azan secara langsung dengan memanjat menara, sehingga volume suaranya tidak pernah sampai mengganggu orang yang mendengarnya. Begitu pula zikir, tilawah, serta kajian dilakukan dengan tenang di dalam masjid, suaranya tidak mengganggu rumah-rumah di sekitarnya.

Penyebaran teknologi kelistrikan dan audio yang pesat di seluruh dunia telah merevolusi cara kita dalam memproduksi suara. Sayangnya, hal ini tidak dibarengi dengan kesadaran dan tanggungjawab mengenai polusi suara. Ada saja yang bersikap sewenang-wenang dengan menyetel audio keras-keras di tengah permukiman. Padahal masyarakat berhak untuk terhindar dari kebisingan yang mengganggu, khususnya kebisingan yang bisa dikontrol seperti penggunaan loudspeaker.

Diakui atau tidak, loudspeaker masjid telah menjadi hal yang mengganggu di tengah masyarakat. Banyak laporan baik secara lisan dalam obrolan warung hingga surat komplain terbuka di blog dan media sosial telah membicarakan mengenai kebisingan masjid. Komplain tersebut datang bukan saja dari non-muslim, tapi juga banyak warga muslim yang mengaku terganggu. Boleh jadi komplainnya tidak akan terlalu banyak seandainya speaker masjid khusus digunakan untuk azan lima kali sehari saja. Namun kenyataannya, speaker masjid dipakai secara semena-mena dalam waktu yang tidak bisa diduga, mulai dari tilawah di pagi buta, qosidah di pagi dan sore hari, ceramah majelis taklim, dzikir menjelang maghrib, sampai teriakan sahur di bulan puasa pada waktu yang sangat tidak sopan.
Mungkin sebagian orang mengira bahwa berdoa dan berzikir dengan loudspeaker adalah tanda kesalehan atau syiar agama. Padahal berdoa dan berzikir dengan suara keras, apalagi menggunakan loudspeaker yang volumenya dikencangkan, bukan lah adab seorang Muslim yang baik. Dalam banyak ayat, Allah menyuruh kita untuk berzikir dan berdoa kepada-Nya dengan suara pelan dan khidmat.

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al-A’raf:55)

Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. (Thaha:7)

(Gambar dari: https://neounorthodoxy.files.wordpress.com/)
(Gambar dari: https://neounorthodoxy.files.wordpress.com/)

Kita dilarang untuk berteriak-teriak dengan suara yang memekakkan telinga saat menyebut nama-Nya. Selain bukan merupakan adab yang baik terhadap Allah, berdoa dengan suara keras juga bukan adab yang baik terhadap orang-orang di sekitar. Rasulullah melarang orang membaca Al-Qur’an dengan suara keras apabila itu sampai mengganggu orang di dekatnya. Saat melakukan sembahyang malam, beliau pun memelankan suaranya agar tidak membangunkan istrinya yang sedang terlelap.

Muslim yang baik adalah tetangga yang baik. Ia akan memikirkan perasaan tetangganya yang mungkin baru saja pulang kerja dan butuh istirahat, atau yang memiliki anak bayi yang harus tidur lelap, atau yang sedang sakit dan butuh suasana tenang. Allah Maha Mendengar. Dia tidak membutuhkan doa-doa yang dipanjatkan dengan suara memekakkan telinga. Bahkan doa yang paling utama itu ialah yang kita bisikkan penuh kekhusyuan dalam sudut-sudut sepi, jauh dari pengetahuan orang lain.

80 thoughts on “Speaker Masjid, Polusi Suara, dan Adab Bertetangga”

  1. pilih remaja yg merdu suaranya , Remaja ya . Sekalian para Remaja biar gak Mabar mulu kerjaannya.

    Kalau aturan jam pemakaian speaker luar ,harus taat dg peraturan pemerintah (penglolah masjid harus mau berfikir terbuka)

    Dan Mungkin perlu membatasi sampai berapa Decible (DB) speaker masjid

    Sebenarnya untuk pengingat shalat sudah terbantu teknologi Jam dg Alarm , Smartphone ,dll

    Like

Leave a comment